Minggu, 07 Juni 2009

Perkembangan Nilai Tukar Dolar Terhadap Mata Uang Lain

BI Optimis Nilai Tukar Rupiah Menguat Hingga Akhir Tahun

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) optimistis tren nilai tukar rupiah akan menguat hingga akhir tahun ini. Sebab, kurs dolar AS akan cenderung melemah seiring dengan tercapainya keseimbangan baru likuiditas di pasar keuangan global. Berdasar kurs tengah BI, (20/3), rupiah kembali menguat tipis ke level Rp 11.833 per USD dibandingkan sehari sebelumnya Rp 11.900 per USD.
''Dolar kan melemah terhadap mata uang lain. Jadi, itu memperkuat rupiah. Sentimen secara umum bergerak cukup stabil di global dan itu memengaruhi regional dan kita,'' kata Gubernur BI Boediono seusai salat Jumat di kantornya, (20/3).
Menurut Boediono, dalam jangka menengah kurs dolar AS memang akan terus melemah dibandingkan mata uang lain. Hanya, pelemahan itu belum bisa diprediksi mulai dan sampai kapan. ''Tapi, arahnya ke sana,'' ujarnya.
Pelemahan dolar AS tersebut terjadi karena suplai di pasar global akan melimpah, terutama akibat kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan bank sentral AS. Namun, melimpahnya pasokan dolar AS itu belum bisa efektif.
''Nah, suatu saat akan mengalir masuk kembali ke dalam peredaran. Itu ya nanti saat pelemahan USD terjadi,'' tutur Boediono. Karena itu, dia optimistis nilai tukar rupiah masih bisa menguat melebihi level saat ini.
Optimisme BI ini juga didasarkan pada cadangan devisa yang dinilai masih cukup kuat menopang stabilitas kurs rupiah di pasar. Tambahan pertahanan devisa lapis kedua melalui BSA (Bilateral Swap Arrangement) juga diharapkan bisa membuat nilai tukar rupiah tidak terpuruk lebih dalam.
''Cadangan devisa kita kan sudah bertambah. Jika perlu, bisa kita tambah dari Chiang Mai Initiative - Bilateral Swap Arrangement. Saya optimistis rupiah masih bisa di kisaran sekarang hingga akhir tahun ini,'' kata Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom.
Berdasar data BI, saat ini jumlah cadangan devisa mencapai USD 53,7 miliar atau jauh lebih tinggi dibandingkan pada 27 Februari lalu sebesar USD 50,564 miliar. Dalam APBN 2009, kurs rupiah diasumsikan Rp 11.000 per USD.
Terpisah, pengamat pasar uang Edwin Sinaga menilai apresiasi rupiah kemarin terjadi setelah The Fed (bak sentral AS) mengumumkan untuk tetap mempertahankan suku bunga di level 0,25 persen. Langkah ini juga didukung rencana The Fed membeli obligasi pemerintah AS USD 1 triliun. Kebijakan tersebut berdampak positif pada nilai tukar mata uang global terhadap dolar AS.
Menurut Edwin, rencana tersebut meningkatkan pasokan dolar AS. ''Dengan membanjirnya cadangan dolar AS di pasar, otomatis dolar AS mengalami tekanan,'' ujarnya, (20/3).
Edwin memerkirakan penguatan rupiah akan terus berlanjut hingga ke level Rp 11.500 per dolar AS. Terutama, didukung komitmen Bank Indonesia untuk tetap mengawasi pergerakan bank-bank asing yang bermain valas.(sof/iw/dwi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar